Utang Makin Sulit Dibayar, Bank BUMN Jadi Tumpuan

Ilustrasi. Foto: net.
Ilustrasi. Foto: net.

WIKA kini hanya mengharapkan akses dari pembiayaan perbankan, terutama bank-bank BUMN dan tekor akibat penerbitan obligasi dan sukuk dalam negeri yang cukup besar. Di mana saat yang bersamaan berhadapan dengan utang jangka pendek yang jatuh tempo.

Perusahaan mengumpulkan obligasi atau sukuk lokal sebesar Rp 7,5 triliun dan Rp2,5 triliun masing-masing pada 2020-2021 dan 1H22. Ini akan mendukung likuiditas mengingat tidak adanya amortisasi utang besar dalam 12 bulan ke depan.

WIKA memiliki kas Rp 3,3 triliun terhadap utang jangka pendek Rp17,5 triliun, tidak termasuk pembiayaan rantai pasokan pada akhir semester 1 2022. Sekitar Rp16 triliun dari utang yang akan jatuh tempo tersebut merupakan pinjaman modal kerja jangka pendek. Meskipun dapat diperpanjang namun tetap merupakan beban keuangan yang beaar.

Sementara risiko refinancing untuk pinjaman modal kerja jangka pendek ini harus dapat dikelola karena lebih dari 50 persen di antaranya didanai oleh BUMN atau anak perusahaan bank milik negara. WIKA mendapatkan tambahan fasilitas kredit modal kerja sebesar Rp340 miliar dari PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (AA(idn)/Stabil) milik negara pada 2Q22.

Anak usahanya, PT WIKA Tirta Jaya Jatiluhur, juga memperoleh pinjaman sindikasi senilai Rp1,1 triliun dari PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BBB-/AA+(idn)/Stabil), PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) (BBB) /AAA(idn)/Stabil), dan bank milik daerah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (A+(idn)/Stabil).

Kondisi ini mengambarkan bahwa perbankan Indonesia tidak dalam keadaan baik-baik saja. Mereka tersandera karena penempatan liquiditas mereka didalam Surat Berharga Negara. Lebih dari Rp1.700 Triliun dana bank mengendap di SBN untuk membiayai pemerintah, gaji, tunjangan aparatur pemerintah. Keuangan pemeirntah sendiri sedang sulit karena berhadapan dengan utang yang besar.

Jadi sekarang muncul dua masalah sekaligus yakni masalah pada BUMN non bank khususnya BUMN infrastruktur. Kedua muncul masalah di sektor perbankan yang juga terancam kredit macet di BUMN dan di SBN.

Bahayanya, jika ada yang ambruk satu saja, maka akan ambruk rame-rame, efek domino dari gagal bayar utang yang akan datang dari BUMN infrastruktur atau kredit macet perbankan BUMN.

Di mana tahun 2023 akan menjadi masa-masa yang sulit bagi sebagian besar perusahaan BUMN. Apakah semua infrastruktur yang dibangun akan bisa dijual ketengan? Kita lihat saja.

| Penulis adalah peneliti asosiasi ekonomi dan politik Indonesia.