Vaksin Sinovac Aman Buat Lansia dan Komorbid

Ilustrasi: ist.
Ilustrasi: ist.

Program vaksinasi Covid-19 sedang berlangsung. Saat ini vaksin diberikan kepada para tenaga kesehatan hingga akhir Februari 2021, dengan target 1,5 juta orang disuntik vaksin. Namun, Epidemiolog dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Syahrizal Syarif, mengatakan target tersebut sangat sulit tercapai.

"Sehingga, di lapangan, terjadi akal-akalan vaksinasi," Syahrizal seperti dikutip dari NU Online, Jumat, 5 Februari 2021.  

Syahrizal mengatakan salah satu hal yang memberatkan adalah soal rekomendasi yang diberikan Indonesia Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI), terkait syarat pemberian vaksin. Syarat tersebut adalah vaksin hanya diberikan kepada orang sehat usia 18-59 tahun.    

"Target 1,5 juta tenaga kesehatan divaksin sampai akhir Februari nanti, jelas tidak bisa. Karena syaratnya, mereka yang berusia di atas 59 tahun sekalipun tenaga kesehatan, tidak akan mendapat vaksin," kata Syahrizal.

Syahrizal mengatakan sejumlah seniornya di RS Persahabatan, RS Cipto Mangunkusumo, RS Sulianti Suroso itu adalah dokter yang punya risiko sangat tinggi terkena Covid-19. Sayang, mereka tidak bisa mendapatkan vaksin karena berusia di atas 59 tahun.

Menurut Syahrizal, perusahaan produsen Sinovac menyatakan secara resmi bahwa vaksinnya aman digunakan untuk orang lanjut usia. Namun, Indonesia saat ini belum juga mengoreksi kebijakan yang sebenarnya itu direkomendasikan ITAGI.  

"WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) sendiri pun tidak merekomendasikan hal itu. Jadi kebijakan soal umur itu adalah kebijakan yang salah," kata Syahrizal.  

Hambatan vaksinasi tahap pertama hingga akhir Februari nanti adalah karena banyak tenaga kesehatan yang hipertensi (darah tinggi) sehingga gagal divaksin. Lantas di lapangan, yang terjadi adalah akal-akalan untuk mendapatkan vaksi. 

Mereka yang menderita darah tinggi, kata Syahrizal, mengakali dengan terlebih dahulu minum obat penurun tekanan darah sebelum divaksin.

"Tapi daripada akal-akalan, lebih baik nggak usah sama sekali," kata Syahrizal.

Syahrizal menyayangkan rekomendasi ITAGI yang dianggap mengada-ada itu. Sebab pada kenyataannya, Turki dan Brazil memberikan vaksin Sinovac kepada orang-orang lansia dan komorbid. Hal tersebut membuat kedua negara itu berhasil mengendalikan wabah.  

Syahrizal mengaku heran dengan sikap Kementerian Kesehatan yang belum mengoreksi kebijakan syarat pemberian vaksin. ITAGI juga seharusnya mengoreksi sebagai pemberi rekomendasi kebijakan vaksin.

Alasan ITAGI menunggu hasil bukti ilmiah bahwa Sinovac aman untuk lansia, kata Syahrizal, sangat mengada-ada. Syahrizal mempertanyakan bukti apa yang dibutuhkan untuk dapat memberikan kepada lansia. Apalagi Indonesia tidak melakukan penelitian vaksin itu terhadap lansia.

Syahrizal berharap Kementerian Kesehatan berkenan untuk mengevaluasi kebijakannya itu. Jadi, kata dia, bukan hanya soal persyaratan screening pemberian vaksin. Tapi juga hendaknya mempertimbangkan berbagai perkembangan baru terkait Sinovac, bahwa vaksin ini aman untuk lansia.

Syahrizal juga mengatakan program vaksinasi Covid-19 di Indonesia berjalan tidak sesuai target. Pemerintah menargetkan melakukan vaksinasi kepada 900 ribu hingga satu juta orang per hari. Kenyataannya, mereka hanya mampu memberikan vaksin kepada 200-300 ribu orang saja.

Syahrizal menyarankan Pemerintah Indonesia untuk belajar dari India. Negara itu, kata dia, berhasil menekan angka penyebaran Covid-19, dari sekitar 92 ribu menjadi hanya 12 ribu per hari. Menurut Syahrizal, India adalah negara paling besar dengan jumlah persentase yang divaksin.  

India, kata Syahriizal memulai vaksinasi terlebih dulu ketimbang Indonesia. Sudah besar pula proporsi penduduk yang divaksin. Setelah divaksin, angka kematian dan kasus aktif turun. Di India itu aturan soal protokol kesehatan ketat sekali dan vaksinasi berjalan dengan baik di sana.