WALHI Aceh: Kerugian Akibat Bencana Ekologi di Aceh mencapai Rp 1,3 Triliun  

Banjir bandang di Aceh Tengah. Foto: dok.
Banjir bandang di Aceh Tengah. Foto: dok.

Rentetan bencana di Aceh menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat. Pada 2020, Wahana Lingkungan Aceh mencatat 135 kali bencana dengan kerugian mencapai Rp 1,3 triliun. 


“Seharusnya Pemerintah Aceh memberikan perhatian besar terhadap permasalahan ini,” kata Muhammad Nur kepada Kantor Berita RMOLAceh, Kamis, 14 Januari 2020. 

M Nur mengatakan kerugian akibat bencana ekologi tersebut paling banyak mengalami kerugian ialah bencana banjir mencapai Rp 1 triliun. Sedangkan bencana abrasi atau air pasang dengan kerugian Rp 9,3 miliar. Cuaca buruk dan puting beliung Rp 13,2 miliar. Erosi/longsor Rp 7,4 miliar. Kebakaran lahan atau kabut asap Rp 6 miliar. Kekeringan atau krisis air Rp 285,3 miliar dan pencemaran limbah mencapai Rp 115 juta. 

Sementara itu, kata M Nur, hingga akhir 2020, data Izin Usaha Pertambangan (IUP) di Aceh, komoditas mineral logam dan batubara sebanyak 28 IUP tersebar di delapan kabupaten/kota. Yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan dan Subulussalam.  

Berdasarkan surat keputusan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia, kawasan hutan dan konservasi seluas di Aceh sebanyak 3.557.928 hektare. 

Rincian itu, wilayah konservasi hutan daratan 30 persen dengan 1.058.131 hektare. Hutan lindung 49 persen dengan 1.744.240 hektare. Hutan produksi 17 persen dengan 598.365 hektare. Hutan produksi terbatas 4 persen dengan 141.177 hektare. Hutan produksi konservasi 0 persen dengan 15.409 hektare. 

Sementara itu, Walhi Aceh juga mencatat luas perkebunan di Aceh. Perkebunan besar 32 persen dengan 385. 435 hektare dan perkebunan rakyat 68 persen dengan 810.093 hektare dari total 1.195.528 hektare luas wilayah perkebunan Aceh.