WALHI Sebut Aceh Sudah Masuk ke dalam Krisis Ekologi

Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Direktur Eksekutif WALHI Aceh, Ahmad Shalihin. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh, Ahmad Shalihin, menilai saat ini Aceh sudah masuk ke dalam krisis ekologi. Saat ini ancaman perubahan iklim nyata telah terjadi dan menyebabkan berbagai penyakit, kekurangan pangan dan berujung pada kemiskinan.


“Kerentanan bencana itu berbarengan dengan perubahan tutupan hutan akibat aktivitas manusia, baik legal dan ilegal, mulai dari perambahan lalu pencurian kayu, mengundang bencana ekologi dan itu diakui oleh BPBA selaku perwakilan Pemerintah,” ujarnya kepada Kantor Berita RMOLAceh, Selasa 7 Februari 2023.

Menurut Shalihin, kawasan hutan seharusnya bisa meminimalisir efek dari rumah kaca yang berakibat dari pada perubahan iklim. Saat ini kerusakan hutan belum bisa dikendalikan. Tingkat kerusakan lebih besar dari pada upaya perbaikan yang dilakukan oleh pemerintah.

Selain itu perubahan tutupan hutan terjadi akibat dari kegiatan legal, misalnya pembukaan jalan, infrastruktur dan perizinan yang tidak terkendali. Kondisi ini memperparah kerusakan hutan.

"Jadi bukan hanya oleh kegiatan ilegal, misalnya pertambangan atau pencurian kayu, bukan hanya diakibatkan oleh kegiatan-kegiatan ilegal. Kerusakan hutan justru disebabkan oleh kegiatan legal,” ujar Shalihin.

Shalihin menjelaskan, dari data yang ditemukan oleh WALHI di lapangan, rata - rata setiap kondisi perizinan pemanfaatan lahan diberi kewajiban untuk melindungi kawasan di area izin yang memiliki nilai keanekaragaman tinggi Nilai Konservasi Tinggi (NKT). Walaupun diberi izin untuk mengelola, namun mereka juga harus melindungi kawasan konservasi tinggi di dalam area izin yang mereka punya.

"Kenyataannya bisa kita lihat, area izin menjadi jalur konversi satwa. Itu juga tidak ada upaya memberikan peluang ke satwa untuk melewati jalur migrasinya," ujarnya.

Kondisi tersebut menurut Shalihin, cukup memberi bencana baru, seperti konflik satwa dengan manusia dan rusaknya sepadan sungai dan memperparah bencana ekologi dan kebanyakan hidrologi.

Dari catatan WALHI, sebanyak 98 persen bencana Aceh diakibatkan oleh iklim dan air yang tidak hanya berdampak pada tingginya efektivitas bencana, tapi juga bisa berdampak kepada semakin parahnya kemiskinan yang ada di Aceh.

Menurut Shalihin, data tahun lalu menunjukkan bahwa rata - rata setiap delapan hari sekali Aceh selalu dilanda banjir. Masyarakat Aceh yang sebagian besar merupakan petani, otomatis akan memulai menanam di awal tahun.

"Saat banjir di Padang Tiji sampai ke Bireuen, mereka rata - rata baru proses penanaman awal otomatis itu sangat berdampak terhadap kemiskinan di Aceh," ujarnya.

Shalihin mengatakan, saat ini bencana alam tidak hanya bicara tentang struktur, tapi juga semakin parahnya kondisi kemiskinan di Aceh, jika kondisi ini tidak ditangani secara komprehensif dari hulu ke hilir.

“Selama ini ketika ada banjir baru sibuk emergency response tanggap darurat, namun bagaimana upaya perbaikan kawasan hutan yang rusak kemudian memperbaiki daerah rawan bencana," ujar Shalihin.

Menurut Shalihin, kebijakan tata ruang Aceh juga kurang sensitif terhadap bencana. Kemudian upaya pemberian izin yang tidak melihat daya dukung antar hubungan.

"Lemahnya upaya penegakan hukum terhadap kegiatan kegiatan ilegal masih terjadi, sehingga menyebabkan hilangnya tutupan hutan, demi meminimalisir rantai yang sedemikian cepat menyebabkan banjir selama ini,” ujar Shalihin.

Sebelumnya diberitakan, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA), Ilyas, mengatakan tingginya frekuensi banjir di Aceh diakibatkan semakin lajunya kerusakan hutan (deforestasi). Sehingga kemampuan hutan menampung air hujan, rendah.

“BMKG pada awal tahun 2023 memang sudah memberi peringatan tingginya frekuensi hujan di beberapa wilayah Aceh, namun bencana banjir juga bisa terjadi akibat perambahan hutan dan pembalakan liar yang tidak terkendali,” kata Ilyas, seperti yang diberitakan RMOLAceh, Jumat, 2 Februari 2023.