Wali Nanggroe: Ada Enam Hal Kewenangan Pemerintah Aceh Tak Tertuang Dalam MoU Helsinki  

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar mengisi kuliah umum di Universitas Islam Indonesia. Foto: ist.
Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al Haythar mengisi kuliah umum di Universitas Islam Indonesia. Foto: ist.

Wali Nanggroe Aceh, Malik Mahmud Al-Haythar, menyebutkan ada enam hal kewenangan Pemerintah Aceh tak tertuang dalam Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki. Di antaranya, persoalan politik luar negeri, moneter fiskal, pertahanan, keamanan, yudisial dan sebagian urusan agama.


"Karena kewenangan khusus Aceh yang bersifat asimetris. Berbeda dengan otonomi daerah lain di Indonesia," kata Malik Mahmud, saat mengisi kuliah umum di Universitas Islam Indonesia, Jumat, 30 September 2022.

Malik menjelaskan, kewenangan khusus Aceh berasal dari butir-butir MoU Helsinki dituangkan dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh nomor 11 tahun 2006 atau UUPA. Sehingga Pemerintah Aceh memiliki kewenangan mengatur daerah sendiri.

Untuk mewujudkan kesepakatan damai MoU Helsinki, kata Malik, butuh waktu sangat panjang. Karena itu, kehadiran butir-butir MoU Helsinki dapat mewujudkan kesejahteraan masyarakat Aceh.

Di sisi lain, dia menjelaskan ihwal terjadi mulai konflik. Konfik di Aceh terjadi, kata dia, akibat ketidakadilan dalam seluruh aspek kehidupan. Padahal Aceh adalah modal perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Selain itu, kata dia, Aceh kaya akan sumber daya alam, ragam adat budaya dan tatanan sosial yang berakar pada ajaran Islam, yang telah dieksploitasi dan diperlakukan tidak adil oleh Pemerintah Indonesia ketika itu. "Keadaan politik, ekonomi dan sosial di Aceh sejak tahun 1945 hingga 1976 berada dalam kondisi memperihatinkan," ujar dia.

Akibat hal tersebut, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) melawan terhadap kebijakan Pemerintah Indonesia pada orde baru. Memperjuahkan hak-hak Aceh agar mencapai keadilan, baik memakai senjata maupun negosiasi dan perundingan.