YARA Dukung Upaya Menghadirkan Kembali Bank Konvensional ke Aceh 

Koordinator YARA, Safaruddin. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.
Koordinator YARA, Safaruddin. Foto: Helena Sari/RMOLAceh.

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin mendukung langkah Pemerintah Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh untuk mengundang kembali Bank Konvensional di Aceh. YARA bahkan sudah sejak dulu menolak gagasan penutupan Bank konvensional di Aceh. 


"Kemudian karena situasi dulu yang berbeda dengan sekarang, dan mungkin belum ada dampaknya, seolah-olah ini apa yang dipikirkan oleh Pemerintah terdahulu dengan sekarang adalah benar adanya," ujar Safaruddin dalam konferensi pers di salah satu warung kopi di Banda Aceh, Selasa, 23 Mei 2023.

Menurut Safaruddin gangguan layanan perbankan seperti yang dialami Bank Syariah Indonesia (BSI) juga pernah terjadi saat Bank Konvensional masih ada di Aceh. Namun saat itu tidak menjadi masalah besar, karena Aceh memiliki banyak Bank. 

"Karena sudah saya rasakan dulu, dulu sering terjadi error di satu bank tapi tidak masalah," ujarnya. 

Lebih lanjut Safar menjelaskan bahwa, dalam qanun nomor 8 tahun 2014 disebutkan di pasal 21 bahwa lembaga keuangan konvensional yang ada di Aceh harus membuka unit usaha syariah, bukan lembaga syariah. 

"Unit usaha syariah ini menjadi salah satu keistimewaan Aceh," ujarnya.

Kemudian dalam qanun Lembaga Keuangan Syariah (LKS) itu tersendiri, cabang tersebut ada di pasal 21 ayat 4 qanun nomor 8 tahun 2014 tentang pokok syariat Islam.

Pemerintah Aceh sudah membuat kajian dan DPR Aceh juga sudah menyampaikan bahwa menyambut baik apa yang disampaikan pemerintah dan melakukan revisi. Meski demikian menurut Safar, hal tersebut tidak terlalu urgent. 

"Waktu direvisi, saya menyarankan pertama di pasal 2 dan 65, menurut saya kecil saja hanya penambahan kalimat syariat saja," ujar Safar.

Safar mengatakan, pada pasal 2 disebutkan lembaga keuangan di Aceh menerapkan keuangan syariah. Seharusnya lembaga keuangan syariah di Aceh menerapkan prinsip syariah, juga di pasal 65, sehingga tidak ada kata syariah.

"Seolah-olah LKS dipahami lembaga keuangan secara keseluruhan, maka tidak, dipasal 1 disebutkan ada satu penjelasan tentang LKS. Lembaga keuangan itu tidak ada nomentraturnya, yang ada LKS dan lembaga keuangannya lainnya, LKS difokuskan mengurus LKS dan tidak masuk lembaga keuangan konvensional," ujarnya. 

Menurut Safar, ketika salah penerapan pada sebuah kebijakan maka terjadi goncangan yang dirasakan oleh masyarakat Aceh. Pada saat dilakukan konversi juga berdampak pada banyak hal, seperti banyaknya pekerja perbankan yang diberhentikan serta penutupan usaha kecil seperti BRI Link. 

"Hanya saja saat itu, tidak ada yang berani menyuarakan karena takut dianggap sesat dan melanggar syariah," ujarnya.

"Dulu, saya sudah adukan itu kepada kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM), memang proses itu pada saat itu dinilai oleh kementerian melanggar HAM," ujar Safar.