YARA Pertanyakan Klaim Penyelesaian Tapal Batas Wilayah Kemendagri

Klaim batas wilayah Provinsi Aceh sesuai peta pada 1956. Foto: net.
Klaim batas wilayah Provinsi Aceh sesuai peta pada 1956. Foto: net.

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA), Safaruddin, mempertanyakan klaim penyelesaian segmen tapal batas di daerah Provinsi Aceh oleh Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri).


“Kemendagri klaim sudah selesai, dasarnya apa. Dalam penyelesaian itu kita tidak tahu Pemerintah Aceh terlibat atau tidak,” kata Safaruddin kepada Kantor Berita RMOLAceh, Sabtu, 26 Juni 2021.

Menurut Safaruddin, penyelesaian itu harus mempunyai dasar. Berdasarkan kesepakatan Damai Helsinki antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Pemerintah Aceh, peta Provinsi Aceh sesusai dengan tahun 1956. 

Safaruddin menjelaskan bahwa sesuai dengan sejarah dan bukti yang tinggal pada tahun 1956, wilayah Provinsi Aceh sampai kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatra Utara.

“Kalau Kemendagri klaim sudah diselesaikan. Aneh juga, sudah menyelesaikanya. Kalau sekarang masih berada di Kuala Simpang dan Besitang," kata Safaruddin. 

Untuk itu, kata Safaruddin, YARA  meminta supaya batas Aceh sesuai dengan kesepakatan Damai Helsinki diterapkan. 

Safaruddin tidak mengetahui sejauh mana Kemedagri menyelesaikan tapal batas Aceh. Yara hanya menuntut komitmen pemerintah terhadap kesepakatan Damai Helsinki.

Safaruddin mengaku sudah meminta peta Aceh tahun 1956 kepada Kemendagri, Kemenkumham, Istana Presiden, dan partai Aceh yang merupakan transformasi dari GAM. Semuanya, kata dia, tidak memiliki peta tersebut. 

“Kalau tidak punya peta tersebut, lantas kenapa mencantumkan perbatasan Aceh 1 Juli 1956. Mereka tidak punya peta, ngapain harus diperjanjikan,” kata Safaruddin.

“Itu kan aneh. Terus yang diperjanjikan di MoU helsinki apa juga?” kata Safaruddin.

Oleh karena itu, kata Safaruddin, YARA akan mempertanyakan alasan apa tidak memiliki peta tersebut. “Jangan hanya menjawab tidak punya, tapi harus ada alasannya yang jelas,” kata Safaruddin.

Sebelumnya, Kemendagri mengklaim telah menyelesaikan persoalan segmen batas daerah di Provinsi Aceh. Penyelesaian itu diresmikan dengan penandatanganan berita acara dan peta kesepakatan antar kepala daerah kabupaten/kota di wilayah Provinsi Aceh.  

“Saya atas nama Bapak Menteri Dalam Negeri ingin memberikan apresiasi atas kerja keras kita ini, inilah kerja kita bersama,” ujar Suhajar.

Penandatanganan itu dilakukan saat Rapat Koordinasi Percepatan Penyelesaian Segmen Batas Daerah, di Gedung C Sasana Bhakti Praja Kantor Kemendagri, Jumat lalu. 

Plh Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Administrasi Kewilayahan, Suhajar Diantoro, mengapresiasi penyelesaikan segmen batas daerah di Provinsi Aceh. Dia mengatakan Presiden Joko Widodo memerintahkan agar segmen batas daerah, yang jumlahnya tersisa 311 dari 900, lebih segera diselesaikan. 

Saat ini, kata dia, pemerintah tengah berusaha mempercepat penyelesaian sisa segmen batas daerah tersebut. 

Suhajar mengatakan Mendagri membentuk 12 tim untuk menyelesaikan persoalan segmen batas daerah. Penyelesaian itu dilakukan dengan berbasis provinsi. 

Tim yang telah terbentuk tersebut bekerja langsung ke lapangan untuk menyelesaikan persoalan. Suhajar menjelaskan, penyelesaian batas daerah ini berkaitan dengan tata ruang kabupaten/kota di masing-masing provinsi. 

Menurutnya, bila persoalan batas daerah ini selesai tertangani, urusan tata ruang kabupaten/kota pun turut rampung. Sehingga pemerintah daerah tidak lagi kesulitan menempatkan daerah industri, lokasi perumahan, lokasi perkantoran, lokasi hutan produksi terbatas, dan lain sebagainya di dalam tata ruang.

“Hal-hal itu hanya bisa sempurna kalau batas daerahnya telah terselesaikan,” kata Suhajar.