YARA Sebut Penetapan Tersangka Kasus Penembakan Pos Polisi di Aceh Barat Tak Sesuai Fakta

Ilustrasi. Foto: net
Ilustrasi. Foto: net

Ketua Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) Aceh Barat, Hamdani, menilai pernyataan yang disampaikan Kepala Humas Kepolisian Daerah (Polda) Aceh, Kombes Pol Winardy, terhadap tersangka (DP) dalam kasus penembakan Pos Polisi di Panton Reu, Aceh Barat, keliru. Untuk itu, pihaknya akan melakukan advokasi hukum terhadap kliennya (DP).


”Kami melihat apa yang di sampaikan Kabid Humas Polda Aceh sangat kontradiktif dengan fakta dan peristiwa yang terjadi,” kata Hamdani, dalam keterangan tertulis, Ahad, 7 November 2021.

Hamdani yang kini menjadi kuasa hukum tersangka DP, menemukan sejumlah kejanggalan atas penetapan tersangka kliennya itu dalam kasus penyerangan Pos Polisi Panton Reu tersebut. Hal itu diketahui YARA usai melakukan investigasi menyeluruh atas peristiwa itu.

Adapun kejanggalan yang ditemukan, kata Hamdani, dalam proses penetapan tersangka tidak sesuai dengan fakta lapangan.  Saat peristiwa penyerangan Pos Polisi Panton Reu yang terjadi sekira pukul 03.15 wib, PD berada di lokasi kerjanya bersama beberapa rekan-rekannya di kop masjid kawasan Kecamatan Panton Reu.

Hamdani membantah atas pernyataan Kabid Humas Polda Aceh di beberapa media terkait penetapan tersangka DP. Karena motif dendam dan sakit hati kepada pihak kepolisian.

“Ini maksudnya apa, memangnya sebelumnya apa pernah pihak Polres Aceh Barat menerima laporan dari korban perampokan tersebut. Siapa yang dilaporkan, apa pelapor melihat bahwa DP melakukan perampokan tesebut,” kata Hamdani.

Menurut Hamdani, Polda Aceh terlalu menetapkan tersangka dan motifnya. Apalagi  penyerangan Pos Polisi Sub Sektor Panton Reu dikaitkan dengan peristiwa perampokan emas. Dalam kasus itu, DP jerat dengan pasal 1 ayat (1)  undang-undang darurat RI nomor 12 tahun 1951. Adapun bunyi pasal tersebut barang siapa, yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.

Jika dicermati, kata Hamdani, penetapan pasal tersebut cukup keliru. Oleh karena itu pihak kepolisian harus lebih professional dalam menangani kasus tersebut. Hamdani mengaku menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Namun, kata dia, azas praduga tidak bersalah harus utamakan sebagaimana sistem hukum di Indonesia.

“Kepada DPR RI dan Komnas HAM agar juga ikut memantau serta mengawal terhadap perkara ini. Sebab, hal itu menyangkut sangkaan Undang-undang Darurat yang ditetapkan kepada DP,” kata Hamdani.

Bahkan, kata dia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia harus ikut untuk mengwasi kasus ini. Sebab, pasal yang disangkakan terkait UU Darurat dan demi stabilitas negara khususnya Aceh.

“Kami selaku kuasa Hukum DP juga akan melakukan perlawanan hukum terhadap kasus ini,” ujar Hamdani.

Menurut dia, tidak menutup kemungkinan akan mengajukan praperadilan, apabila berkas yang diterima tersangka dari polisi lengkap. "Kalau untuk prapid kita lihat kelengkapan berkas. Karena sangkaan UU Darurat itu tidak pantas, jika pun memang pelaku maka masih ada UU yang lain," kata Hamdani.